Operasionalisasi Standar Pelayanan Minimal dalam Pelayanan Dasar oleh Pemerintah Daerah

Oleh Daud Amarato  |  Profil



Sejak reformasi tahun 1998, pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk memberikan pelayanan terbaik (prima) bagi warganya. Namun hingga saat ini masih banyak warga yang kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, termasuk dalam hal pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib. Hal ini telah mendorong pemerintah untuk semakin giat berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, terutama yang terkait dengan pelayanan dasar. 


Guna menjamin terwujudnya pelayanan dasar yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui  perangkat daerah pemberi layanan di daerah masing-masing, wajib menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM dimaksud adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Hal ini perlu dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang SPM. 


Perlu diketahui bahwa pemberian pelayanan dasar sesuai SPM oleh pemerintah daerah (pemda) merupakan hal yang telah mendapat perhatian serius dari pemerintah (pusat). Hal ini ditandai dengan adanya sanksi administrasi bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang tidak melaksanakan SPM. 


Terwujudnya pelayanan dasar yang sesuai harapan tidak terlepas dari kerjasama semua pihak. Oleh karena itu, setiap ASN, masyarakat dan pihak terkait lainnya, perlu mengetahui dengan baik tentang beberapa hal pokok, berikut ini: 

  1. Jenis Layanan Dasar yang Wajib Memiliki SPM

  2. Penerapan SPM

  3. Pembinaan dan Pengawasan dalam Penerapan SPM

  4. Laporan Penerapan SPM

  5. Manfaat Laporan Penerapan SPM


Jenis Layanan Dasar yang Wajib Memiliki SPM


Berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 2018 pasal (4) bahwa pelayanan dasar yang wajib memiliki SPM terdiri atas 6 jenis layanan, yaitu: (1) pendidikan; (2) kesehatan; (3) pekerjaan umum; (4) perumahan rakyat; (5) ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan (6) sosial. Dalam PP Nomor 2 Tahun 2018 telah diatur dengan tegas seberapa besar ukuran SPM yang wajib diberikan oleh pemda kepada masyarakat. 


Perlu diketahui pula bahwa pelayanan dasar diberikan oleh pemda provinsi dan kabupaten/kota telah dibagi dengan jelas. Dimana jenis pelayanan dasar yang diurus oleh pemerintah daerah provinsi sebanyak 14 SPM. Sedangkan jenis pelayanan dasar yang diurus oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebanyak 29 SPM, Dengan demikian tak boleh terjadi rebutan peran antara pemda provinsi dengan pemda kabupaten/kota dalam memberikan pelayanan dasar tersebut. 


Adapun jenis pelayanan dasar yang diurus oleh pemerintah daerah provinsi sebanyak 14 SPM, yang terdistribusi dalam 6 jenis, yaitu: Pertama, jenis layanan pendidikan, meliputi: (1) pendidikan menengah; dan (2) pendidikan khusus. 


Kedua, jenis layanan kesehatan: (1) pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana daerah provinsi; dan (2) pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa daerah provinsi. 


Ketiga, jenis layanan pekerjaan umum: (1) pemenuhan kebutuhan air minum curah lintas daerah kabupaten/kota; dan (2) penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik regional lintas daerah kabupaten/kota.


Keempat, jenis layanan perumahan rakyat: (1) penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana daerah provinsi; dan (2) fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah provinsi.


Kelima, jenis layanan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat: hanya 1 SPM, yaitu pelayanan ketentraman dan ketertiban umum daerah provinsi.


Keenam, jenis layanan sosial: (1) rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas terlantar di dalam panti; (3) rehabilitasi sosial dasar anak terlantar di dalam panti; (3) rehabilitasi sosial dasar lanjut usia terlantar di dalam panti; (4) rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di dalam panti; dan (5) perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana daerah provinsi.


Sedangkan jenis pelayanan dasar yang diurus oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sebanyak 29 SPM, yang juga terdistribusi dalam 6 jenis, yaitu: Pertama, jenis layanan pendidikan: (1) pendidikan anak usia dini; dan (2) pendidikan dasar; dan (3) pendidikan kesetaraan.


Kedua, jenis layanan kesehatan: (1) pelayanan kesehatan ibu hamil; (2) pelayanan kesehatan ibu bersalin; (3) pelayanan kesehatan bayi baru lahir; (4) pelayanan kesehatan balita; (5) pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar; (6) pelayanan kesehatan pada usia produktif; (7) pelayanan kesehatan pada usia lanjut; (8) pelayanan kesehatan penderita hipertensi; (9) pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus; (10) pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat; (11) pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan (12) pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).


Ketiga, jenis layanan pekerjaan umum: (1) pemenuhan kebutuhan pokok air minum sehari-hari; dan (2) penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik.


Keempat, jenis layanan perumahan rakyat: (1) penyediaan dan rehabilitasi rumah yang layak huni bagi korban bencana daerah kabupaten/kota; dan (2) fasilitasi penyediaan rumah yang layak huni bagi masyarakat yang terkena relokasi program Pemerintah Daerah kabupaten/kota.


Kelima, jenis layanan ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat: (1) pelayanan ketenteraman dan ketertiban umum; (2) pelayanan informasi rawan bencana; (3) pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana; (4) pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana; dan (5) pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban kebakaran.


Keenam, jenis layanan sosial: (1) rehabilitasi sosial dasar penyandang disabilitas terlantar di luar panti; (2) rehabilitasi sosial dasar anak terlantar di luar panti; (3) rehabilitasi sosial dasar lanjut usia terlantar di luar panti; (4) rehabilitasi sosial dasar tuna sosial khususnya gelandangan dan pengemis di luar panti; dan (5) perlindungan dan jaminan sosial pada saat dan setelah tanggap darurat bencana bagi korban bencana daerah kabupaten/kota.


Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa hanya sejumlah perangkat daerah yang wajib menerapkan SPM dalam memberikan pelayanan dasar, yakni perangkat daerah yang melaksanakan tugas sesuai dengan 6 jenis pelayanan dasar tersebut di atas. Sedangkan perangkat daerah yang melaksanakan tugas diluar enam jenis pelayanan dasar di atas, cukup menggunakan standar pelayanan (tanpa minimal) dalam hal mengurus, menyediakan atau memberikan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. 


Penerapan SPM


Upaya penerapan SPM guna memenuhi Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal, terdiri dari empat tahapan, sebagai berikut: 

  1. pengumpulan data; 

  2. penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar; 

  3. penyusunan rencana pemenuhan Pelayanan Dasar; dan 

  4. pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar.

Dalam penerapan SPM tersebut ketentuan utamanya adalah pemda wajib memprioritaskan Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal sesuai dengan Jenis dan Mutu Pelayanan Dasarnya.


Upaya penerapan SPM pada masing-masing tahapan di atas dapat disimak dalam uraian berikut ini. 


Pertama, tahap pengumpulan data. Pada tahap ini beberapa hal yang mesti diperhatikan adalah: 

  1. jumlah dan identitas lengkap Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal sesuai dengan Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasarnya. 

  2. khusus pengumpulan data untuk penerapan SPM pendidikan daerah kabupaten/kota mencakup jumlah dan identitas lengkap seluruh Warga Negara yang berhak memperoleh barang dan/atau jasa kebutuhan dasar secara minimal.

  3. jumlah barang dan/atau jasa yang tersedia, 

  4. jumlah sarana dan prasarana yang tersedia.

  5. Pengumpulan dan pendataan ditujukan untuk pencapaian target 100% (seratus persen) dari target dan indikator penerima layanan setiap tahun, sebagaimana termuat dalam Permendagri Nomor 100 Tahun 2018.

  6. Hasil pendataan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah perlu diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pembangunan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Kedua, tahap penghitungan kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar. Pada tahap ini beberapa langkah yang mesti dilakukan adalah:

  1. Perangkat Daerah menghitung selisih kebutuhan terhadap ketersediaan barang dan/atau jasa dan sarana dan/atau prasarana berdasarkan jumlah Warga Negara penerima dan Mutu Pelayanan Dasar sesuai dengan Standar Teknis SPM.

  2. Ketersediaan barang dan/atau jasa dan sarana dan/atau prasarana di atas diperoleh dari pihak Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, lembaga nonpemerintah, masyarakat, dan/atau Pemerintah Daerah.

  3. Hasil penghitungan pada poin (1) di atas digunakan untuk menyusun kebutuhan pemenuhan Pelayanan Dasar dengan berpedoman pada Standar Biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Perangkat Daerah menghitung Warga Negara penerima Pelayanan Dasar yang tidak mampu memperoleh barang dan/atau jasa yang telah tersedia, karena: (a) miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) sifat barang dan/atau jasa yang tidak dapat diakses atau dijangkau sendiri;(c) kondisi bencana; dan/atau (d) kondisi lain yang tidak memungkinkan untuk dapat dipenuhi sendiri.


Ketiga, tahap penyusunan Rencana Pemenuhan Pelayanan Dasar (RPPD). RPPD ini merupakan salah satu tolok ukur kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada tahap ini beberapa langkah yang mesti dilaksanakan adalah:

  1. Pemda menyusun RPPD sesuai dengan penghitungan kebutuhan yang telah dibuat di atas, yang juga termuat dalam dokumen RPJMD dan RKPD.

  2. Perangkat Daerah (PD) memprioritaskan penyusunan RPPD berdasarkan penghitungan kebutuhan di atas, ke dalam Renstra PD dan Renja PD sesuai dengan tugas dan fungsi.

  3. Penyusunan RPPD yang dimuat dalam dokumen RPJMD, meliputi: (a) gambaran umum kondisi daerah, khususnya dikaitkan dengan penyelenggaraan pemenuhan dan pencapaian kebutuhan dasar oleh Pemda; (b) gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan, khususnya dikaitkan dengan besaran anggaran yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dasar; (c) permasalahan dan isu strategis daerah, khususnya dikaitkan dengan isu pemenuhan kebutuhan dasar untuk setiap Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar; (d) strategi, arah kebijakan dan program pembangunan daerah, khususnya dikaitkan dengan strategi Pemerintah Daerah dalam menyusun arah kebijakan dan merumuskan program dalam pemenuhan kebutuhan dasar; (e) kerangka pendanaan pembangunan dan program Perangkat Daerah, khususnya dikaitkan dengan program Perangkat Daerah dan pendanaan yang diperuntukkan dalam pemenuhan kebutuhan dasar; dan (f) kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, khususnya dikaitkan dengan indikator kinerja daerah dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar.

  4. Penyusunan RPPD yang dimuat dalam dokumen RKPD, meliputi: (a) gambaran umum kondisi daerah khususnya dikaitkan dengan penyelenggaraan dan pencapaian program dan kegiatan Perangkat Daerah dalam pemenuhan kebutuhan dasar; (b) kerangka ekonomi dan keuangan daerah, khususnya dikaitkan dengan besaran anggaran yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dasar; (c) sasaran dan prioritas pembangunan daerah, khususnya untuk memastikan capaian pemenuhan kebutuhan dasar dalam rencana kerja tahunan; (d) rencana kerja dan pendanaan daerah, khususnya dikaitkan dengan program, kegiatan, dan alokasi dana indikatif dan sumber pendanaan yang disusun dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar; dan (e) kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah, khususnya dikaitkan dengan indikator kinerja daerah dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar.

  5. Penyusunan RPPD yang dimuat dalam dokumen Renstra PD, meliputi: (a) gambaran pelayanan Perangkat Daerah, khususnya dikaitkan dengan capaian dan pemenuhan kebutuhan dasar; (b) permasalahan dan isu strategis Perangkat Daerah, khususnya dikaitkan dengan permasalahan pokok yang dihadapi Perangkat Daerah dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar; (c) tujuan dan sasaran, khususnya dikaitkan dengan penjabaran kebijakan Perangkat Daerah dalam pemenuhan kebutuhan dasar; (d) strategi dan arah kebijakan, khususnya dikaitkan dengan memperhatikan permasalahan dan isu strategis dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar; (e) rencana program dan kegiatan serta pendanaan, khususnya dikaitkan dengan program, kegiatan, dan alokasi dana indikatif dan sumber pendanaan yang disusun dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar; dan (f) kinerja penyelenggaraan bidang urusan, khususnya dikaitkan dengan indikator kinerja daerah dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar.

  6. Penyusunan pencapaian RPPD yang dimuat dalam dokumen Renja PD, meliputi: (a) hasil evaluasi Renja PD tahun lalu, khususnya dikaitkan dengan upaya optimalisasi pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar; (b) tujuan dan sasaran Perangkat Daerah, khususnya dikaitkan dengan penjabaran kebijakan Perangkat Daerah dalam pemenuhan kebutuhan dasar; dan (c) rencana kerja dan pendanaan Perangkat Daerah, khususnya dikaitkan dengan dengan program, kegiatan, dan alokasi dana indikatif dan sumber pendanaan yang disusun dalam pencapaian pemenuhan kebutuhan dasar.

  7. Perangkat Daerah yang melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan bidang perencanaan (BAPPEDA) memastikan program dan kegiatan pemenuhan Pelayanan Dasar dimuat dalam dokumen RPJMD, Renstra PD, RKPD dan Renja PD.

  8. Perangkat Daerah memprioritaskan anggaran program dan kegiatan pemenuhan Pelayanan Dasar setelah tercantum dalam dokumen RPJMD, Renstra PD, RKPD dan Renja PD.

  9. Tim Anggaran Pemerintah Daerah memastikan anggaran program dan kegiatan pemenuhan Pelayanan Dasar dalam APBD.

  10. Kepastian besaran anggaran untuk program dan kegiatan tersebut didasarkan pada RPPD sebagaimana terurai di atas. 


Keempat, tahap pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar. Pada tahap ini beberapa hal yang mesti diperhatikan adalah:

  1. Perangkat Daerah melaksanakan program dan kegiatan pemenuhan Pelayanan Dasar sesuai dengan RPPD.   

  2. Perangkat Daerah menetapkan target pencapaian program dan kegiatan berdasarkan data jumlah penerima Pelayanan Dasar yang diperoleh setiap tahunnya.

  3. Pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar, berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan dan/atau melakukan kerjasama daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Dalam pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar bagi Warga Negara, Pemerintah Daerah dapat: (a)  membebaskan biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi Warga Negara yang berhak memperoleh Pelayanan Dasar secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau (b) memberikan bantuan berupa bantuan tunai, bantuan barang dan/atau jasa, kupon, subsidi, atau bentuk bantuan lainnya. 

  5. Penyediaan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan pada poin (3), diterapkan sesuai dengan Standar Teknis SPM.

  6. Kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada pada poin (3) di atas, dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Uraian di atas, telah memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana proses dan tahapan yang mesti dilakukan dalam penerapan SPM. 


Berbagai upaya penerapan tersebut di atas dapat terlaksana dengan baik, melalui suatu sistem koordinasi sebagai berikut: 

  1. Mendagri melalui Direktur Jenderal Bina Daerah berwenang mengkoordinasikan penerapan SPM secara nasional.

  2. Gubernur berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan penerapan SPM di daerah provinsi.

  3. Bupati/Walikota berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan penerapan SPM di daerah kabupaten/kota.


Koordinasi sebagaimana dimaksud di atas meliputi: (a) penerapan, pemantauan dan evaluasi SPM; dan (b) penanganan isu dan permasalahan penerapan SPM. Selanjutnya untuk pelaksanaan koordinasi, maka perlu dibentuk Tim Penerapan SPM daerah provinsi dan kabupaten/kota. Teknis pembentukan dan uraian tugas Tim Penerapan SPM dapat dilakukan sesuai dengan Permendagri Nomor 100 Tahun 2018. 


Pembiayaan Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah dibebankan pada APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.


Pembinaan dan Pengawasan dalam Penerapan SPM


Guna menjamin penerapan SPM sebagaimana terurai di atas, telah diatur pola dan peran pembinaan sebagai berikut: 

  1. Pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara umum dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, yakni melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah melakukan pembinaan secara umum, serta melalui Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan terhadap Penerapan SPM daerah provinsi.

  2. Pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah provinsi secara teknis dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang yang sesuai dengan jenis SPM.

  3. Pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SPM provinsi pada setiap perangkat Daerah provinsi dilakukan oleh Gubernur. 

  4. Pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten/kota secara umum dan teknis dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 

  5. Pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kabupaten oleh perangkat Daerah kabupaten dilakukan oleh Bupati. 

  6. Pembinaan dan pengawasan penerapan SPM Daerah kota oleh perangkat Daerah kota dilakukan oleh Walikota. 


Tentunya wewenang maupun teknis pembinaan dan pengawasan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.


Laporan Penerapan SPM


Sebagai wujud akuntabilitas pemda provinsi maupun pemda kabupaten/kota dalam penerapan SPM untuk pemenuhan Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar, maka setiap perangkat daerah yang bersangkutan wajib membuat laporan penerapan SPM dan disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Adapun materi muatan laporan penerapan SPM sekurang-kurangnya terdiri atas: (1) hasil penerapan SPM; (2) kendala penerapan SPM; dan (3) ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM. 


Gubernur menyampaikan laporan SPM daerah provinsi dan rekapitulasi penerapan SPM daerah kabupaten/kota kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah dan menteri teknis yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar.


Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan penerapan SPM daerah kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah.


Pelaporan hasil Penerapan SPM daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan format yang termuat dalam Permendagri 100 Tahun 2018. Selanjutnya Pemerintah Daerah menyampaikan laporan Penerapan SPM paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.


Manfaat Laporan Penerapan SPM


Adanya laporan penerapan SPM sebagaimana tersebut di atas, sangat diperlukan sebagai referensi bagi Pemerintah Pusat untuk perumusan kebijakan nasional. Selain itu juga merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat dalam pemberian insentif atau disinsentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta kemampuan keuangan negara.


Selain itu, laporan penerapan SPM tersebut juga dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal: (1) penilaian kinerja perangkat daerah; (2) pengembangan kapasitas daerah dalam peningkatan pelaksanaan pemenuhan Pelayanan Dasar; dan (3) penyempurnaan kebijakan penerapan SPM dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.


Penutup 


Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 


Pertama, Jenis Layanan Dasar yang wajib memiliki SPM, terdiri atas 6 jenis layanan, yaitu: (1) pendidikan; (2) kesehatan; (3) pekerjaan umum; (4) perumahan rakyat; (5) ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan (6) sosial.


Kedua, Penerapan SPM, terdiri dari empat tahapan, sebagai berikut: (1) pengumpulan data; (2) penghitungan kebutuhan pemenuhan pelayanan dasar; (3) penyusunan rencana pemenuhan pelayanan dasar; dan (4) pelaksanaan pemenuhan pelayanan dasar. Dalam penerapan SPM tersebut pemda wajib memprioritaskan warga negara yang berhak memperoleh pelayanan dasar secara minimal sesuai dengan jenis dan mutu pelayanan dasar yang menjadi kebutuhan warga bersangkutan.


Ketiga, pembinaan dan pengawasan dalam penerapan SPM, dilakukan oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam negeri, Menteri yang menangani bidang teknis, Gubernur, Bupati dan Walikota. 


Keempat, laporan penerapan SPM sekurang- kurangnya terdiri atas: (1) hasil penerapan SPM; (2) kendala penerapan SPM; dan (3) ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM. Penyampaian laporan Penerapan SPM paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.


Kelima, manfaat laporan penerapan SPM: (1) sebagai referensi bagi pemerintah pusat untuk perumusan kebijakan nasional; (2) merupakan dasar bagi pemerintah pusat dalam pemberian insentif atau disinsentif; (3) dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam hal penilaian kinerja perangkat daerah, pengembangan kapasitas daerah dalam peningkatan pemenuhan pelayanan dasar serta penyempurnaan kebijakan dalam penerapan SPM di daerah. 


Sehubungan dengan uraian ini, beberapa saran yang dapat diajukan adalah: 


Pertama, bagi daerah-daerah yang belum menerapkan SPM sesuai ketentuan yang baru, diharapkan agar segera membentuk Tim Penerapan SPM guna menangani hal ini secara profesional. 


Kedua, diperlukan adanya dukungan anggaran yang memadai melalui perencanaan anggaran yang valid. Guna mendukung operasional penerapan SPM di daerah. 


Ketiga, perlu adanya koordinasi dan kolaborasi dari semua pihak dalam upaya penerapan SPM, baik pihak yang terkait dengan kompetensi teknis, kompetensi pemerintahan maupun kompetensi akademis guna merumuskan hal-hal yang menjamin kelancaran penerapan SPM serta sukses dalam memberikan pelayanan dasar bagi semua warga yang berhak menerimanya. 


Keempat, mengingat bahwa tanggung jawab pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan SPM di kabupaten/kota merupakan wewenang pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat, disarankan agar pemprov melaksanakan rapat koordinasi secara periodik dengan kabupaten/kota sebagai upaya pembinaan dan pengawasan. Guna mewujudkan pemenuhan pelayanan dasar warga yang berhak menerimanya. Salam Sukses...



Referensi: 

  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.
  4. Permendagri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 

Posting Komentar untuk "Operasionalisasi Standar Pelayanan Minimal dalam Pelayanan Dasar oleh Pemerintah Daerah"