Melaksanakan Tugas Kedinasan Lain yang Diperintahkan oleh Pimpinan: Narasi Indah yang Bisa Disalahgunakan

Oleh Daud Amarato  |  Profil

Ilustrasi - Perintah Melaksanakan Tugas


Sepenggal kalimat: “Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh pimpinan”, pada judul di atas merupakan salah satu poin yang selalu tertuang dalam uraian tugas setiap pejabat dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Pemahaman yang benar akan makna kalimat di atas, akan terwujud penerapan yang benar. Sebaliknya pemahaman yang keliru, akan menimbulkan salah kaprah dalam tataran implementasnya. 


Jika kita mengamati fenomena berbirokrasi di berbagai lembaga pemerintah maupun swasta, selalu ditemukan ada sejumlah oknum pejabat yang terlihat “bekerja banyak dan banyak bekerja” hingga tampak sangat lelah dan melelahkan diri. Dalam birokrasi pemerintahan, kadang ditemukan kejadian bahwa ada oknum pejabat yang lelah justru bukan karena melaksanakan tugas dan kewenangannya sendiri, malah kelelahan karena sangat sibuk mengerjakan tugas, kewenangan dan tanggung jawab pejabat lain. Sementara itu pada sisi yang lain, ada pula oknum pejabat yang secara fisik selalu hadir tepat waktu di kantor, namun tidak berfungsi atau tidak difungsikan sebagaimana mestinya sehingga terkesan kurang pekerjaan di kantor. 


Fenomena seperti itu sangat kental terjadi dalam dunia birokrasi pemerintahan ala Orde Baru. Namun demikian, hingga saat ini masih tersisa praktek-praktek yang serupa pada segelintir unit kerja dalam birokrasi pemerintahan. Menghadapi fenomena ini, timbul pertanyaan, mengapa demikian? Tentu akan beragam jawaban yang muncul atas pertanyaan ini.


Sehubungan dengan hal di atas, kadangkala masih ada oknum pejabat yang sangat sibuk mengerjakan tugas, fungsi dan kewenangan pejabat lain, antara lain karena diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi dengan berbagai alasan dan pertimbangan pimpinan. Kelakuan semacam ini bisa terjadi berdasarkan dalih uraian tugas poin terakhir, yakni: “melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh pimpinan”. Cerita kelakukan ini selalu menjadi topik diskusi yang hangat diperdebatkan dalam diskusi pada saat Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA), apalagi Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP). Banyak sekali cerita pengalaman yang menarik tentang hal ini.


Salah satu hal yang menarik bahwa dalih di atas sering digunakan oleh oknum pimpinan untuk melakukan pengalihan tugas, dengan menganggap bahwa hal itu merupakan kebijakan pimpinan, pejabat pemangku tugas, fungsi dan kewenangan yang bersangkutan dianggap tidak mampu atau karena alasan tertentu lainnya. Itulah sebabnya kadangkala walaupun pejabat pemangku tugas dan kewenangan berada di tempat, namun pejabat yang bersangkutan tidak difungsikan sebagaimana mestinya sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Secara normatif, pengalihan tugas, fungsi dan kewenangan seorang pejabat kepada pejabat lain, tentu tidak dapat dibenarkan. 


Dalam hal tertentu jika keadaan emergency, dimana membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, seorang pimpinan dapat mengambil langkah cepat dengan cara menugaskan pejabat lain hanya untuk membantu. Kejadian ini dapat dipahami sebagai upaya untuk mengatasi situasi dan permasalahan yang bersifat emergency


Namun, perlu diingat bahwa siapapun oknum pejabat pemangku tugas, fungsi dan kewenangan sesuai uraian tugasnya, sesungguhnya dialah yang paling bertanggung jawab atas tugas, fungsi dan kewenangan itu. Hal ini dijamin dalam peraturan atau regulasi yang melegalkan uraian tugas pejabat tersebut. Dengan demikian dalam situasi emergency sekalipun, pejabat pemilik tugas, fungsi dan kewenangan mesti tetap terlibat sebagai penanggung jawab utama, lalu didukung oleh para pihak lain yang membantunya untuk bekerja secara gotong royong, bukan mengabaikan pejabat pemangku tugas dan kewenangan yang bersangkatan. 


Kewenangan sesuai uraian tugas setiap pejabat masing-masing sudah memiliki dasar hukum yang jelas. Sehingga ia memiliki hak dan tanggung jawab yang sah untuk mengimplementasikan semua tugas, fungsi dan kewenangannya itu. Dengan demikian, apabila kewenangan seorang pejabat diambil alih atau diserahkan kepada oknum atau pejabat lain, sesungguhnya merupakan suatu hal yang tidak sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku. 

Perlu dipahami bahwa kalimat yang biasa termuat sebagai poin terakhir dalam uraian tugas pejabat, yakni “melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh pimpinan”, hal ini lebih dimaksudkan bahwa apabila suatu ketika ada tugas kedinasan tertentu yang mesti dilaksanakan, namun tugas tersebut tidak melekat sebagai kewenangan dari semua jabatan yang ada pada lembaga yang bersangkutan, maka pimpinan dapat menunjuk seorang pejabat yang dianggap mampu untuk mengeksekusinya. Misalnya: suatu ketika ada instruksi pimpinan tertinggi untuk melakukan penerapan english day, lalu uraian tugas tentang "peningkatan kemampuan berbahasa Inggris staf" tidak melekat pada uraian tugas jabatan manapun, maka tugas ini dapat dipercayakan kepada salah satu pejabat tertentu yang dianggap mampu oleh pimpinan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa narasi uraian tugas pada judul di atas sama sekali tidak bermaksud mengalihkan kewenangan seorang pejabat kepada pejabat lain. 

Namun demikian, dalam faktanya, apabila ada pejabat tertentu yang secara nyata kurang mampu menyelesaikan tugasnya karena berbagai alasan, dalam situasi ini pejabat yang bersangkutan mesti berbesar hati untuk meminta bantuan dan dukungan dari pejabat lain atau staf untuk membantunya. Atau hal yang lebih mudah, segera melaporkan keterbatasannya kepada pimpinan guna memperoleh petunjuk dan solusi atas hal ini. Ia tak mesti bertahan dalam keadaan yang sudah nyata terbatas untuk bekerja sendiri. Sebab jika nanti ia gagal melaksanakan tugasnya, maka dapat menjadi kegagalan bersama sebagai suatu lembaga atau organisasi. 


Lalu mengapa narasi itu dapat disalahgunakan dalam keadaan normal? 


Dari sejumlah diskusi yang berkembang diketahui bahwa indikasi penyalahgunaan narasi sesuai judul di atas dapat terjadi dalam keadaan normal, antara lain ditengarai karena alasan personal, soal like and dislike. Ada sejumlah kejadian di dunia birokrasi yang mempertontonkan hal demikian. 


Idealnya setiap pejabat fokus dan konsisten pada uraian tugas masing-masing. Sebab sesungguhnya cukup banyak pekerjaan yang wajib dikerjakan sesuai kewenangannya. Namun karena lebih sibuk mengurus atau menangani tugas pejabat lain, sehingga tugas yang menjadi tanggung jawabnya malah terbengkalai. Perilaku demikian, ibarat seorang ayah atau ibu yang lebih sibuk mengurus anak tetangga, lalu urusan anaknya sendiri menjadi terbengkalai. Pada hal kelak yang dimintai pertanggungjawaban adalah urusan anak sendiri, bukan mempertanggungjawabkan urusan anak tetangga. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan sebagai seorang pejabat. 


Lalu apa masalahnya jika terjadi pengalihan tugas sebagaimana tertuang dalam uraian di atas? 


Banyak kalangan menganggap bahwa pengalihan tugas merupakan hal biasa, sejak zaman Orde Baru. Tanpa menyadari bahwa sikap demikian merupakan patologi birokrasi yang mesti diakhiri, agar tidak menimbulkan sejumlah akibat yang tak diinginkan, antara lain: 


Pertama, pengalihan tugas dan kewenangan tersebut sudah barang tentu bertentangan dengan regulasi yang menjadi dasar hukum tentang uraian tugas pejabat pada suatu lembaga.


Kedua, akan tercipta kondisi yang kurang tertib administrasi dan tidak taat azas. Hal ini dapat menimbulkan banyak dampak administrasi dan hukum di kemudian hari. 


Ketiga, oknum pejabat pemangku tugas, fungsi dan kewenangan akan kehilangan pekerjaan, sehingga dapat mengalami kesulitan dalam pengukuran kinerja pejabat yang bersangkutan, serta dampak ikutannya. 


Keempat, secara psikologis, oknum pejabat pemangku tugas, fungsi & kewenangan akan merasa kurang percaya diri bahkan merasa terlecehkan, sehingga bisa menimbulkan efek-efek lanjutan yang tak diinginkan. Menyikapi hal ini setiap orang perlu berefleksi tentang bagaimana perasaan dan suasana kebatinannya? apabila tugas dan kewenangannya diambil alih oleh pejabat lain.


Kelima, oknum pejabat yang diserahi tugas dan kewenangan pejabat lain akan mengalami relasi sosial yang kurang harmonis dalam lingkungan kerja. Bahkan melahirkan stigma negatif terhadap oknum penerima maupun pemberi tugas dan kewenangan pejabat lain. 


Keenam, bila ada oknum pimpinan yang gemar melakukan pengalihan tugas sebagaimana terurai di atas, maka oknum pimpinan yang bersangkutan dapat dinilai kurang bijak oleh bawahannya, sehingga bisa tercipta lingkungan kerja yang kurang kondusif. 


Ketujuh, berbagai masalah ikutan dapat timbul sebagai akibat dari enam masalah di atas. 


Guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan, maka narasi: “Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh pimpinan”, hendaknya diimplementasikan sebagaimana yang seharusnya. 


Berkaca dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 


Pertama, setiap pejabat hendaknya fokus dan konsisten bekerja berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangan yang tertuang dalam uraian tugas masing-masing berdasarkan regulasi dan ketentuan yang berlaku


Kedua, kalimat yang biasa termuat sebagai poin terakhir dalam uraian tugas seorang pejabat, yakni melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh pimpinan, lebih ditujukan bahwa apabila suatu ketika ada tugas tertentu yang bukan kewenangan dari semua pejabat yang ada, maka pimpinan dapat menunjuk seorang pejabat yang dianggap mampu untuk mengeksekusinya. Atau manakala terjebak dalam situasi emergency


Ketiga, jika ada oknum pejabat tertentu yang secara nyata kurang mampu menyelesaikan tugasnya karena keterbatasan tertentu atau berbagai alasan lainnya, ia mesti berbesar hati dan terbuka meminta bantuan dan dukungan dari pejabat lain atau stafnya untuk membantunya bekerja secara gotong royong. Sebaliknya pejabat lain yang bukan pemangku tugas dan kewenangan hendaknya bekerja untuk membantu, bukan mengambil alih tugas dan kewenangan pejabat tertentu.


Keempat, setiap pejabat wajib fokus dan konsisten dengan uraian tugasnya masing-masing agar kinerjanya dapat terukur. 


Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita tentang makna dan implementasi dari narasi uraian tugas sebagaimana terurai di atas. 


Salam sukses...

3 komentar untuk "Melaksanakan Tugas Kedinasan Lain yang Diperintahkan oleh Pimpinan: Narasi Indah yang Bisa Disalahgunakan"

  1. Balasan
    1. Terima kasih atas kunjungannya. mantap dan meyakinkan... hehehe...

      Hapus
  2. Kepada bapak/ibu pembaca yang ingin komen, bertanya, atau berdiskusi lebih lanjut tentang ulasan di atas, kami persilahkan untuk kita berbagi melalui kolom komentar ini. Terima kasih.

    BalasHapus