Lima Faktor Penentu Sukses dalam Kepemimpinan

Oleh Daud Amarato  |  Profil

Menjadi seorang pemimpin yang sukses merupakan dambaan semua orang, terutama oleh sang pemimpin itu sendiri maupun mereka yg dipimpin dalam suatu organisasi tertentu. Oleh karena itu, setiap orang akan selalu berusaha sedemikian rupa untuk menjadi pemimpin yang sukses. Biasanya kesuksesan pemimpin akan berdampak langsung terhadap kesejahteraan banyak orang, terutama orang-orang yang dipimpinnya. Demikian pula sebaliknya kegagalan sang pemimpin dapat menimbulkan kesusahan bagi banyak orang.

Kesuksesan dimaksud dalam tulisan ini adalah keberhasilan seseorang atau suatu lembaga (organisasi) dalam mencapai hal-hal yang menjadi target atau tujuan hidupnya atau tujuan organisasi, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dalam suatu organisasi, kesuksesan tersebut biasanya diukur dengan alat ukur yang disebut kinerja. 

Berbicara tentang kesuksesan tentu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain, satu tempat dengan tempat lainnya maupun dari suatu waktu hingga ke waktu berikutnya. Namun pada tulisan ini hanya fokus pada 5 faktor, berikut ini.

I. Insting Kepemimpinan

Konsep ini merupakan hal yang jarang dibahas oleh berbagai sumber. Namun menurut hemat penulis, insting kepemimpinan merupakan hal yang mesti dimiliki oleh setiap orang yang ingin sukses sebagai pemimpin. 

Insting kepemimpinan dimaksud adalah suatu dorongan dari dalam diri seorang pemimpin yang terlihat dari bentuk berperilaku yang terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Dimana dorongan berperilaku ini tidak diperoleh dari hasil belajar tetapi telah ada dalam diri seorang pemimpin sejak ia lahir dan diperoleh secara turun-temurun (filogenetik).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa insting seorang pemimpin akan berbeda dengan insting pemimpin lainnya. Dalam hal ini setiap pemimpin memiliki insting yang berbeda-beda tingkat kepekaan dan keakuratannya dalam menyikapi suatu kondisi atau kejadian tertentu. Itulah salah satu penyebab mengapa tingkat kesuksesan seorang pemimpin bisa berbeda dengan pemimpin lainnya dalam menyikapi suatu masalah atau kejadian tertentu atau dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 

Walaupun telah disebutkan di atas bahwa insting itu bukan hasil belajar, namun berdasarkan pengalaman dapat diketahui bahwa insting dalam diri seseorang dapat diasah agar makin tajam dari waktu ke waktu. Hal ini tentu membutuhkan proses dan tuntunan tersendiri guna meningkatkan kepekaan dan keakuratannya dalam menyikapi suatu kondisi atau kejadian tertentu sebagaimana tersebut di atas. 

Dengan demikian setiap pemimpin yang ingin sukses, perlu mengasah insting kepemimpinannya dari waktu ke waktu. Bukan mempertajam emosi dan amarah dari waktu ke waktu, apa lagi acuh tak acuh (tak peduli) dengan hal-hal yang mesti segera disikapi. Perilaku ini tentu tidak menguntungkan bagi pemimpin yang bersangkutan.

Jika seseorang tak mampu menahan diri dari emosi dan amarah, atau tak bisa membangun kepedulian sebagaimana tersebut di atas, sebaiknya tak perlu kelak menjadi pemimpin. Jika sudah terlanjur menjadi pemimpin, maka pemimpin yang bersangkutan mesti belajar untuk menahan diri, membangun rasa peduli dan berusaha memberi kesempatan kepada insting kepemimpinan untuk bekerja secara tepat dan akurat. Dengan demikian akan tercipta pola perilaku atau tindakan yang tepat, sehingga membuat seseorang dapat menjadi pemimpin yang sukses. 

II. Pengalaman dalam Memimpin

Kita sudah sering mendengarkan pepatah kuno bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Pepatah ini mengandung makna yang sangat dalam dan luas untuk digunakan dalam segala aspek kehidupan. 

Cukup banyak orang yang sering gagal dan selalu menempatkan cerita gagal sebagai alasan untuk tidak berani lagi melakukan sesuatu. Hal ini dapat terjadi karena orang yang bersangkutan lupa akan pepatah di atas. Namun lebih banyak orang yang menjadikan pengalaman gagalnya sebagai guru dan termotivasi untuk lebih giat melakukan sesuatu yang baru (inovasi) serta tidak mengulangi cerita gagal masa lalunya di waktu berikut. 

Akan tetapi kita juga dapat menjumpai sedikit atau beberapa orang yang selalu mengulangi kegagalan dari waktu yang lalu ke waktu berikutnya. Orang semacam ini dikenal dengan sebutan sebagai “orang bebal”. Predikat ini tentu tidak diinginkan oleh semua orang yang kondisi psikologisnya tergolong normal, apalagi sebagai seorang pemimpin. 

Berangkat dari uraian di atas, banyak kalangan yang berusaha untuk terus belajar dari pengalaman, baik gagal maupun sukses. Serta berusaha untuk terus menambah pengalamannya agar kelak menjadi semakin mahir tentang hal tertentu guna meraih sukses impiannya. 

Pengalaman dimaksud adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dan lain-lain), baik yang sudah lama maupun yang baru saja terjadi, untuk mengambil hikmah atau pelajaran dalam melakukan berbagai hal terkait, pada waktu yang akan datang. 

Guna memiliki pengalaman ini, banyak orang yang giat bekerja dan mau belajar tentang hal-hal baru dalam hidupnya sejak ia sekolah terutama saat berada pada tingkat pendidikan menengah dan tinggi. Itulah sebabnya mengapa banyak pelajar dan mahasiswa yang berlomba-lomba dalam hal belajar berorganisasi, baik organisasi intra maupun ekstra sekolah dan perguruan tinggi. Hal ini tentu dimaksudkan agar memiliki pengalaman tentang kepemimpinan.

Selain itu setiap orang juga dapat belajar ilmu terapan kepemimpinan pada berbagai organisasi sosial kemasyarakatan atau profesi tertentu di berbagai jenis dan level. Dalam proses ini juga dapat mempertajam insting kepemimpinan yang ada dalam diri seseorang. 

Makin banyak seseorang belajar berorganisasi, maka ia akan semakin berpengalaman dan terbuka peluang untuk sukses dalam kepemimpinannya. Sebaliknya semakin terbatas jenis dan level organisasi yang pernah dipimpinnya, maka akan semakin sulit mencapai sukses sesuai idamannya. 

III. Nyali untuk Mengeksekusi Keputusan

Nyali untuk mengeksekusi keputusan dimaksud adalah tingkat keberanian pada diri seseorang dalam mengambil langkah-langkah tertentu, termasuk kesiapan untuk menerima resiko yang akan ditanggung dalam upaya mencapai suatu tujuan tertentu.

Ada banyak pemimpin yang cukup pandai dalam membuat kebijakan tertentu, namun kebijakan itu tak pernah dieksekusi, selain karena tidak matangnya persiapan untuk eksekusi, juga disebabkan oleh kurangnya keberanian dari pemimpin yang bersangkutan. Pemimpin semacam ini biasanya bersembunyi dibalik kata-kata “kita akan mempertimbangkan lagi”. Namun faktanya bukan menganalisis dan membahas untuk eksekusi, malah mendiamkan kebijakan tersebut seolah-olah tak pernah ada. 

Akibat kurang bernyalinya seorang pemimpin, tentu akan banyak hal yang tertunda untuk dieksekusi, bahkan tak pernah dieksekusi. Selanjutnya akan membuat seorang pemimpin tak dapat meraih sukses tentang hal terkait tersebut. 

Namun demikian, nyali yang besar dari seorang pemimpin perlu diimbangi dengan perhitungan yang matang agar tepat sikap, tepat tindakan dan tepat sasaran. Sebab ada juga pemimpin yang nyali besarnya kurang terkontrol, sehingga menimbulkan akibat yang terkesan sembrono dalam sikap dan tindakan. Hal ini kemudian berdampak semakin semrautnya suatu keadaan. Kejadian ini tentu tidak diinginkan oleh semua orang.

Berdasarkan ulasan di atas, dapat diketahui bahwa seorang pemimpin perlu memiliki nyali, namun perlu dikontrol dengan pertimbangan yang matang dan insting kepemimpinan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dengan demikian akan membuat seseorang dapat menjadi pemimpin yang sukses. 

IV. Dukungan Sumberdaya yang Memadai

Sumber daya dimaksud paling sedikit ada 5 hal yang sudah umum dikenal (dari teori manajemen), dengan istilah 5M yaitu Man (manusia), Machines (mesin), Money (uang), Method (metode/prosedur) dan Materials (bahan baku). 5M ini merupakan istilah yang merujuk pada faktor produksi utama yang dibutuhkan oleh suatu organisasi agar dapat beroperasi secara maksimal. 

Pertama, man (manusia), yaitu para tenaga kerja, pegawai, pendukung atau pelaku utama yang akan mengeksekusi berbagai kebijakan sang pemimpin. Sehebat apapun seorang pemimpin, tanpa didukung oleh SDM yang memadai, maka akan sulit mengeksekusi suatu kebijakan.

SDM yang bisa mendukung sang pemimpin adalah mereka yang selain memiliki kemampuan intelektual bagus serta memenuhi sejumlah persyaratan administrasi yang sudah distandarkan, jangan lupa bahwa ada juga persyaratan lain yang sangat penting. Yakni mengerti keinginan dan kemauan sang pemimpinnya. Istilah gaulnya “mengerti denyut nadi dan detak jantung sang pemimpin”. Artinya ada sejumlah hal yang tak perlu dinyatakan secara eksplisit oleh sang pemimpin, tetapi para eksekutor dapat memahaminya dan segera mengeksekusinya secara tepat, sesuai keinginan dan kemauan sang pemimpin. 

Sebaliknya setiap pemimpin juga mesti bisa memahami kondisi anggota, pengikut atau stafnya. Ungkapan gaulnya "memahami setiap tarikan napas bawahannya". Artinya seorang pemimpin tidak boleh semena-mena terhadap bawahan, walau serendah apapun posisi bawahan itu. Ia juga adalah manusia yang memiliki rasa, martabat dan suasana kebathinan, bahkan juga memiliki kehendak bebas seperti manusia lainnya. Hal apa yang tepat untuk dilakukan oleh sang pemimpin terhadap stafnya juga sangat ditentukan oleh insting kepemimpinan.

Dengan terbangunnya situasi tersebut di atas, dimana adanya suasana saling memahami antara sang pemimpin dengan segenap bawahannya, maka akan terwujud kesuksesan sebagaimana yang diharapkan.

Kedua, machines (mesin), yaitu fasilitas/alat penunjang kegiatan organisasi, baik dalam hal operasional maupun non operasional kegiatan organisasi. Fasilitas atau alat ini tentunya akan berbeda-beda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya maupun antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.

Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan sang pemimpin serta para eksekutornya untuk mengidentifikasi secara tepat dan benar guna membuat perencanaan dan pengadaan fasilitas atau alat, agar dapat mendukung semua kegiatan organisasi secara efektif. 

Ketiga, money (uang), yaitu uang yang digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan organisasi. Banyak orang yang mengibaratkan uang ini sebagai “bahan bakar” (bensin, solar dan lain-lain) pada sebuah kendaraan bermotor. Sehebat apapun mesin pada kendaraan bermotor, tanpa adanya bahan bakar tersebut, maka mesin ini tak akan berguna sama sekali. Dengan demikian perlu ketersediaan uang yang memadai dari berbagai sumber, guna mengeksekusi kegiatan organisasi. 

Keempat, method (metode/prosedur), yaitu cara atau langkah-langkah kerja tertentu yang sudah ditetapkan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan organisasi. Dalam hal ini dibutuhkan kecermatan dalam menetapkan langkah-langkah operasional secara runtut dan runut, agar semua kebijakan maupun program dan kegiatan organisasi bisa tereksekusi secara efektif.

Terkait dengan method ini, dibutuhkan suatu kecermatan dalam menentukan cara atau langkah-langkah kerja tertentu yang tepat untuk melaksanakan suatu kegiatan organisasi. Selanjutnya juga diperlukan kemampuan yang mumpuni untuk mewujudnyatakan mehod tersebut.

Dengan demikian seluruh kegiatan dapat terlaksana dengan baik, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kelima, materials (bahan baku), yaitu bahan dasar yang akan diolah menjadi produk akhir dari suatu kegiatan. Dalam berbagai organisasi sosial, bahan baku ini dapat berupa sumber daya alam dan manusia, sejumlah kebijakan serta materi tertentu yang dibutuhkan sebagai bahan dasar dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. 

Guna menjamin ketersediaan materials tersebut, maka perlu dipastikan sumbernya dari mana, serta berapa besar ketersediaannya. Hal ini akan membantu sang pemimpin dan bawahannya untuk melakukan kalkulasi-kalkulasi teknis dalam rangka menjamin ketercukupan materials guna mendukung kesuksesan pencapaian tujuan.

V. Niat Baik untuk Mengedepankan Kepentingan Organisasi di atas Kepentingan Pribadi dan Kelompok

Niat baik ini sangat membutuhkan ketahanan diri yang kuat dari sang pemimpin untuk menghadapi cobaan yang makin hari kian menghantamnya. Banyak kasus dan fakta yang mempertontonkan bahwa ada pemimpin ketika belum menjabat, ia gemar menjanjikan “angin surga”. Namun setelah menduduki singgasana kepemimpinan, kadang kala tiupan angin surga itu berganti menjadi “badai omnivora”. Pemimpin semacam ini mesti lebih sering berefleksi diri serta bersedia mendengarkan masukan, bahkan kritikan yang tajam sekalipun.

Sang pemimpin yang bersangkutan mesti lebih fokus pada substansi masukan dan kritikan, bukan berkutat dengan hal teknis yang digunakan oleh pemberi masukan atau kritikan. Celakanya lagi ada pemimpin yang anti kritik bahkan tega menghabisi para kritikus yang sebenarnya telah membantunya agar tidak semakin terperosok dalam lembah persoalan dan kesulitan. 

Dengan demikian agar dapat merawat dan melestarikan niat baik untuk mengedepankan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi sang pemimpin dan kelompoknya, maka dibutuhkan tiga hal, yakni: (1) rajin merefleksi diri; (2) siap mendengarkan masukan atau kritikan dari pihak manapun, terutama dari pihak yang bukan kelompoknya; dan (3) tidak merasa diri sebagai pihak yang superior. Semua manusia mesti menyadari bahwa kita tak lepas dari berbagai keterbatasan dan kekurangan. Kita mungkin sangat menonjol dalam hal tertentu, tetapi juga mesti sadar bahwa kita bisa saja lemah dalam hal lainnya. 

Bertolak dari pandangan ini, jika para pemimpin bisa memaknai dengan baik akan lima faktor sebagaimana terurai di atas, maka terbuka peluang besar bagi sang pemimpin yang bersangkutan untuk meraih kesuksesan. Selanjutnya akan mendatangkan kemaslahatan bagi semua orang yang dipimpinnya. Semoga...

Posting Komentar untuk "Lima Faktor Penentu Sukses dalam Kepemimpinan"